UPDATE

Hari Ini, Nilai Tukar Rupiah di Titik Terendah Sejak Krismon 1998

Foto: Ilustrasi Rupiah. tajukharian.com
Tajukharian.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat, 14 Juni 2024, ditutup merosot hingga Rp16.412. Ini nilai terendah sejak krisis moneter atau Krismon 1998 ketika rupiah jatuh ke Rp16.650, seperti dikutip dari laman OJK.

Pada akhir perdagangan Jumat, rupiah melemah 142 poin atau 0,87 persen menjadi Rp16.412 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.270 per dolar AS.

"Rupiah masih akan tetap bergerak fluktuatif, hal ini disebabkan oleh sentimen global dan juga domestik," kata ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Dari sisi global, terlihat pasar masih menyambut baik hasil rapat Federal Open Market Commettee (FOMC) AS, di mana pasar masih memprediksi kemungkinan adanya pemangkasan suku bunga AS sebanyak dua kali tahun ini.

Sementara dari dalam negeri, pergerakan rupiah masih dipengaruhi oleh tingginya permintaan dolar AS terkait pembayaran dividen, repatriasi, dan musim haji.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat turun ke level Rp16.374 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.286 per dolar AS.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pemicu utama pelemahan rupiah adalah perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan Cina semakin panas, pasca Uni Eropa menerapkan tarif tinggi untuk komponen mobil listrik dan aki listrik.

Ibrahim mengatakan, risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. "Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan," kata dia pada Jumat sebagaimana dikutip dari tempo.

Ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan pemilihan umum (Pemilu) di seluruh dunia sejak 2000. Inflasi yang terjadi terus-menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter.

Selain itu, suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global. Beberapa perekonomian besar juga berisiko tumbuh lebih lambat dari perkiraan karena berbagai tantangan domestik. Di samping itu, bencana alam tambahan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga dapat menghambat aktivitas ekonomi.*

Iklan

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close