Foto: PT Freeport. tajukharian.com - Web/@aa |
"Sehingga, total saham (Freeport) di pemerintah 61 persen," kata Bahlil dalam acara Kuliah Umum Potensi Investasi di IKN dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada Kamis, 2 Mei 2024, dipantau dari siaran kanal YouTube Kementerian Investasi seperti dikutip dari Tempo.
"Kita kembalikan itu milik orang Indonesia."
Menurut Bahlil, pemerintah memang terus berupaya menguasai Freeport. Hal ini terbukti dari peningkatan kepemilikan saham hingga Pemerintah Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas.
Bahlil berujar, pada era sebelum 2018-2019, Indonesia hanya menguasai 10 persen saham Freeport. Namun, Presiden Jokowi berupaya mengambil sebagian saham-saham perusahaan asing yang mengelola kekayaan Indonesia. Karena itu, kata Bahlil, pembicaraan luar biasa tentang Freeport terjadi saban tahun.
"Akhirnya 2019 terjadi kesepakatan (Indonesia) membeli saham total 51 persen," kata Bahlil. "Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan Indonesia karena kita sudah mayoritas (pemegang saham)."
Bahlil juga mengatakan langkah Jokowi membeli saham Freeport tidak sia-sia. Sebab, kini nilai valuasi Freeport hampir US$ 20 miliar. "Rp 300 triliun," ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil juga mengatakan kontrak Freeport perlu diperpanjang karena puncak produksi Freeport diperkirakan terjadi pada 2035. Jika kontrak tidak diperpanjang, Freeport tidak bisa melakukan eksplorasi setelah 203 alias terancam terancam berhenti beroperasi.
"Produksinya habis dan eksplorasi underground itu butuh waktu 10 sampai 15 tahun," ujar Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 29 April 2024. "Kalau kita tidak melakukan perpanjangan (kontrak) sekarang, siap-siap aja 2040 Freeport tidak operasi."
Di sisi lain, Bahlil menilai perpanjangan kontrak Freeport bukan suatu masalah. Sebab, saat ini pemerintah sudah memegang saham Freeport sebanyak 51 persen. "Ini milik kita, kok. Barang kita, masak nggak boleh," kata dia.*
Social Footer