Foto: tajukharian.com - fb/@BenSGalus |
Nusa Tenggara Timur sudah kesekian kali mengikuti pemilihan kepala daerah, ratusan triliyun anggaran yang dihabiskan. Setiap lima tahun pemerintah silih berganti, tetapi penderitaan rakyat tetap (Le gouvernement Passe, Lamisere du Peuple Reste). Fakta di lapangan menunjukkan daerah ini (baca: seluruh NTT) seperti jalan di kegelapan malam. Pemda selalu membuka ruang wacana, namun aksi kurang. Meminjam frasa dalam bahasa Inggris “No Action Talk Only” (NATO). Sudah saatnya NTT harus bangkit dari keterpurukannya. Sehingga kelak menjadi daerah yang disegani baik dari segi fisik maupun sosial. Salah satu satu upaya kita adalah bagaimana strategi membangun "brand" atau melakukan diplomasi atau promosi potensi NTT (ke negara-negara) agar para investor atau pengusaha dapat menanamkan modalnya di NTT. Dengan catatan pemerintah daerah harus tahu karakter pengusaha. Sebab yang dicapai pengusaha adalah keuntungan. Pengusaha bukan badan sosial, oleh sebab itu tugas pemerintah daerah (baca: seluruh pemda di NTT) adalah menciptakan iklim usaha yang kompetitif.
Ada tiga alasan yang selalu menjadi pertimbangan pengusaha dalam melakukan investasi, pertama, keadaan politik dan keamanan yang stabil dan memberikan kepastian untuk berusaha; kedua, birokrasi yang luwes dan proaktif, sehingga bisa melayani “keinginan” pengusaha tetapi dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku, ketiga, mampu memberikan iklim yang kondusif untuk berusaha.
Memperhatikan alur pikir pengusaha, maka seluruh pemda harus mengimbanginya dengan cara berpikir entrepreneurial, yakni 1) mampu mengurangi masalah yang kompleks menjadi sederhana dan mudah dipahami, 2) mampu meningkatkan rasa percaya diri orang lain atau bawahan ketika berhadapan dengan situasi yang kompleks, 3) mengembangkan seluruh pemda ke arah “NTT incoporated”, maka perlu menciptakan kondisi “competitiveness strategy” serta perubahan paradigama manajemen pemerintah secepatnya.
Maka untuk mewujudkan ketiga hal tersebut, perlu membangun pencitraan good governance pada pemerintah daerah, agar dapat melaksanakan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Diantaranya adalah perlu memacu kapabilitasnya birokrasi, yaitu kemampuan untuk melakukan dan mengembangkan tindakan kolektif secara efisien. Dengan peningkatan kapabilitas maka seluruh pemda dapat melakukan perubahan yang berkesinambungan. Inilah yang harus dilakukan oleh pemda untuk menciptakan economic opportunity melalui kebijakan-kebijakan yang probisnis. Tidak ada cara yang lebih baik selain melakukan inovasi dalam tubuh seluruh pemda yang tidak hanya mencakup perubahan menuju “best practice” atau menyediakan informasi yang mudah diakses, tetapi yang lebih penting inovasi itu sendiri harus melembaga dalam pola pikir aparatnya dan benar-benar dipahami.
Inovasi ini dalam kerangka untuk membangun brand agar seluruh pemda memiliki perceived value yang unggul dibandingkan provinsi lainnya, paling tidak harus mencakup enam bidang seperti yang rekomendasikan oleh Donald F. Ketti dalam “ The Global Public Management Revolution” (2004). Pertama, productivity, artinya, harus dapat menghasilkan lebih banyak pelayanan dengan memungut (pajak) lebih rendah. Ini akan meningkatkan daya saing. Kedua, marketization, yaitu harus dapat menggunakan market-style incentives untuk membasmi penyakit birokrasi pemerintah. Ketiga, service oriented, harus dapat mencari jalan bagaimana menjalin hubungan yang lebih baik dengan warganya. Keempat, decentralization, harus dapat mendorong jajarannya untuk melaksanakan program yang lebih responsif dan efektif. Kelima, policy, senantiasa meningkatkan kapasitasnya untuk merumuskan dan menjalankan kebijakkannya dengan benar. Keenam, accountability for result, senantiasa meningkatkan kemampuannya agar bisa mewujudkan apa yang dijanjikan.
Enam bidang yang direkomendasikan Donald F. Ketti untuk membangun brand NTT yang bereputasi harus menjadi agenda utama pemerintah daerah. Dengan asumsi bahwa pemda harus menetapkan sekurang-kurangnya enam strategi percepatan pembangunan, yaitu pertama, menjadikan salah satu atau lebih sektor atau sesuai dengan potensi wilayah desa/kecamatan sebagai brand, dan tentunya mengembangkan kembali pembangunan sesuai dengan potensi wilayah seperti sediakala. Kedua peningkatan kualitas SDM birokasi yang cerdas agar produktivitasnya meningkat dengan cara mengikuti pelatihan atau pendidikan berlanjut (memilih pegawai yang berbakat/bertalenta), ketiga, membuka akses pemasaran dan distribusi produk-produk ke seluruh penjuru baik dalam negeri maupun ke luar negeri. Keempat, membangun infrastruktur, pasar terbuka di daerah perbatasan dengan Negara Timor Leste. Kelima, membangun jaringan investasi dengan negara lain seperti Australia, New Zealand, dan Timor Leste, Keenam, membuka jaringan penerbangan langsung dengan atau pelabuhan bongkar muat barang, ke negara-negara tetangga tersebut, Ketujuh, melakukan inovasi produk unggulan NTT, yang berbasis pada kebutuhan pasar dunia.
Entrepreneural Government
Oleh karena itu agenda pembangunan pemda ke depan diarahkan memfasilitasi infrastruktur guna memacu kinerja apa yang menjadi brand agar secara nyata mampu menjadi penggerak utama ekonomi. Ini adalah bagian dari apa yang disebut accountability for result. Dalam entrepreneural government yang menjadi pilihan, pengukuran kinerja menjadi prioritas utama agar manajemen program percepatan pembangunan dapat terukur secara jelas. Pengukuran kinerja akan menjadikan perangkat pemda lebih menjadi fokus dalam mencapai kinerjanya.
Entrepreneural government (pemerintah wirausaha) mengedepankan mutual trust and commitment antara Pemda dengan masyarakatnya. Oleh karena itu diperlukan hadirnya sistem informasi dan pengawasan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Dari sini etika dan moral aparatur di lingkungan pemda yang berlandaskan pada komitmen nilai bersih, transparan dan profesional bisa ditegakkan. Dengan menjunjung tinggi nilai bersih, transparan dan profesional maka diharapkan akan mampu memberikan pelayanan publik yang prima.
Mewujudkan seluruh pemda wirausaha bukanlah karya pemda semata, masyarakat juga harus berpartisipasi. Pemerintah wirausaha itu sendiri bukan tujuan tetapi sarana untuk lebih memahami aspirasai, keinginan, kehendak dan cita-cita warga masyarakat dan memerlukan kesinambungan dari pemerintah yang sekarang dengan pemerintah berikutnya. Pemda wirausaha yang berhasil akan menghasilkan suatu brand. Dengan memiliki brand yang bereputasi baik, pemda akan lebih siap melakukan kompetisi, utamanya dalam menarik investasi.
Tuntutan dunia usaha terhadap pelayanan pemda semakin meningkat, tidak ada satupun aparat yang mampu secara sendirian memenuhi pelayanan yang sesuai dengan keinginan dunia usaha. Aliansi adalah suatu kebutuhan bagi pemda sekarang ini. Aliansi antarprovinsi se Indonesia atau dengan negara tetangga adalah untuk memacu sektor jasa.
Dalam pandangan school of commodity hal yang utama dalam pemasaran adalah pergerakan yang cepat dari produsen ke konsumen, siapa yang unggul dalam logistik dan distribusi adalah yang akan unggul dalam bersaing. Peran pemda dalam membantu kegiatan ekonomi terutama pemasaran adalah menyediakan infrastruktur untuk memperlancar arus barang. Infrastruktur memang kebutuhan pokok dalam kegiatan ekonomi, tetapi ada yang lebih penting yaitu branding. Pemda perlu membangun brand atau merk bagi daerah yang diantaranya berupa reputasi untuk meningkatkan daya saing. Brand, jaringan, dan data base adalah intangible asset yang mampu mencakup skill individual atau kelompok/masyarakat yang terkoordinasikan juga menjadi sumber keunggulan bersaing, diantaranya unsur pembentuk daya saing itu adalah: 1) perekonomian, 2) keterbukaan, 3) sistem keuangan, 4) infrastruktur, 5) ilmu pengetahuan dan teknologi, 6) governance dan kebijakan, dan 7) manajemen mikroekonomi.
Sejalan dengan itu, maka langkah strategis yang perlu dilakukan oleh pemda saat ini dan ke depan adalah dengan menetapkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat secara demokratis, akuntabel, transparan, dan berkeadilan. Perubahan-perubahan tersebut lebih mengarah pada perubahan paradigma manajemen pemda. Perubahan pardigma manajemen, pada gilirannya akan berakibat pada semua aspek kehidupan bermasyarakat. Perubahan paradigma manajemen antara lain: 1) dari orientasi manajemen pemerintahan yang sarwa negara ke arah orientasi pasar (market), 2) dari orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke arah orientasi egalitarian dan demokrasi, 3) dari orientasi manajemen pemerintahan yang menekankan pada batas-batas dan aturan yang berlaku untuk satu negara sendiri ke arah boundaryless organization, 5) dari birokrasi manual menjadi birokrasi serba teknologi, 6) dari kurang percaya kepada masyarakat menjadi kepercayaan yang tinggi pada masyarakat (Mifta Toha,1999).
Jika pemda ingin mengembangkan “NTT Incoporated” dan bisnis dengan cara demokratis, maka yang perlu dibangun dalam masyarakat adalah modal sosialnya atau competitiveness strategy, yaitu dengan menanamkan dan menerapkan nilai-nilai keutamaan sosial yang tentunya tidak mudah. Maka dua cara berikut harus ditempuh pertama, dengan membangun prasarana hukum, misalnya dengan menegakkan asas-asas prudentialitas perusahaan. Proses bisnis harus dijalankan melalui rambu-rambu hukum. Kedua, dengan menegakkan administrasi dan etika bisnis (business administration) yang proper dan yang penting ditaati, maka dengan cara demikian sebenarnya kita dapat membangun kembali citra NTT untuk menarik investasi lebih banyak lagi.
Ben Senang Galus, Pemerhati NTT, penulis buku "Pemikiran Ekonom dari Klasik sampai Revolusi Industri 4.0”, tinggal di Yogyakarta
Social Footer