UPDATE

Membangun Inovasi dan Agile Mindset

Foto: tajukharian.com - fb/@bensgalus
Tajukharian.com - Isu kemiskinan, turunnya derajat kesehatan, dan rendah mutu pendidikan,  menjadi isu yang selalu melekat dengan Provinsi NTT. Tuduhan publik: birokrasi lambat, tidak inovatif. Cara berpikir masih status quo, cari selamat yang penting gaji jalan terus. Sudah saatnya para birokrasi pemerintah daerah berpikir out of the books. Yang pertama dilakukan ialah penciptaan good governance sehingga dapat melaksanakan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan serta memacu diri meningkatkan kapabilitas birokrasi, yakni kemampuan untuk melakukan dan mengembangkan tindakan inovatif. Yang kedua, dengan peningkatan kapabilitas dapat melakukan perubahan yang berkesinambungan demi terciptanya economic opportunity melalui kebijakan-kebijakan birokrasi yang bisnis oriented.

Untuk mewujudkan dua hal tersebut, tidak ada cara lain, selain melakukan inovasi dan membangun “agile mindset”, yang berorientasi kepada kebutuhan pasar berdasarkan keadaan masyarakat, yang tidak hanya mencakup perubahan menuju “best practice” atau menyediakan informasi yang mudah diakses.  Pada tahap agile mindset lebih kepada how to response the changes. Sebuah konsep yang mengharuskan setiap individu memiliki kemampuan yang tangkas untuk mampu beradaptasi dengan perubahan, tetapi yang lebih penting inovasi itu sendiri harus melembaga dalam pola pikir aparatur birokrasi dan benar-benar dipahami.

Birokrasi dengan agile mindset juga perlu percaya kepada keputusan, inisiatif, inovatif, dan eksekusi dari kelompok-kelompok kecil yang secara mandiri (dalam hal ini para petani) tetapi jelas targetnya. Hal ini juga dimungkinkan dengan networking luas dengan kelompok pengusaha lokal dan petani sukses sehingga tidak fokus pada orang-orang itu saja atau kroni-kroni saja.

Selain dengan cara membangun agile mindset, gubernur sebagai top manajer, memiliki kesadaran growth mindset sebagai penentu masa depan kemajuan NTT. Dengan cara demikian NTT tidak lagi menjadi daerah tertinggal dalam daftar provinsi se Indonesia. Robert Klonoski, JD, Mary Baldwin College.,  dalam, How Important is creativity (2012) mengatakan: No matter how intelligent you are, you can always get better, sometimes you can improve a lot. You can substitut any ability or talent for intelligence.

Agile mindset ini berbeda dengan doing agile atau being agile. Hal ini karena mindset akan menjadi landasan bagaimana individu kemudian bersikap terhadap segala rintangan yang dihadapinya. Dalam birokrasi dengan agile mindset, seluruh aparatur birokrasi akan melihat kegagalan sebagai sebuah kesempatan belajar dan berinovasi.

Perbedaan pendapat dan cara berpikir yang berbeda dalam suatu birokrasi diterima sebagai suatu inovasi baru dalam pengembangan manajemen birokrasi, bahkan dianggap meminjam Robert Klonoski, JD, Mary Baldwin College,  sebagai fun at work. The agile mindset believes that we are all a work in progress. It continues to change and grow as we learn more about it. If we are lucky, this will never end because it will never be perfect (Robert Klonoski, JD, Mary Baldwin College).

Jika Pemda NTT membangun agile mindset ini, ia tidak akan takut pada perubahan. Sebab perubahan adalah suatu yang pasti menjanjikan masa depan NTT yang makmur sejahtera. Dengan munculnya berita di media bahwa sejumlah kabupaten di NTT termasuk dari sekian  kabupaten termiskin di Indonesia. Paradoksal, di mana NTT merupakan surplus SDA yang melimpah. Maka dengan membangun agile mindset ini penulis yakin dan percaya kelak akan keluar dari cap tiga jari kemiskinan.

Langkah inovasi dalam membangun agile mindset (brand) agar memiliki perceived value yang unggul, paling tidak harus melakukan enam langkah berikut sebagaimana dianjurkan pakar manajemen Donald F dalam “The Global Public Management Revolution” (2004), yaitu: 

1) produktivitas, dapat menghasilkan lebih banyak pelayanan dengan memungut (pajak) lebih rendah. Ini akan meningkatkan daya saing; 

2) marketization, harus dapat menggunakan market-style incentives untuk membasmi penyakit birokrasi pemerintah; 

3) orientasi pelayanan, harus dapat mencari jalan bagaimana menjalin hubungan yang lebih baik dengan warganya; 

4) desentralisasi, harus dapat mendorong jajarannya untuk melaksanakan program yang lebih responsif dan efektif; 

5) kebijakan, senantiasa meningkatkan kapasitasnya untuk merumuskan dan menjalankan kebijakkannya dengan benar; 

6) accountability for result, senantiasa meningkatkan kemampuannya agar bisa mewujudkan apa yang dijanjikan.

Enam langkah tersebut harus menjadi agenda utama Pemda NTT ke depan dengan menetapkan sekurang-kurangnya empat strategi percepatan pembangunan yaitu pertama, menjadikan salah satu atau lebih sektor atau sesuai dengan potensi wilayah kampung/distrik sebagai brand.

Kedua peningkatan kualitas SDM agar produktivitasnya meningkat dengan cara mengikuti pelatihan yang sederhana. Ketiga, perbaikan fasilitas publik termasuk infrastruktur sehingga mendorong masyarakat lebih giat lagi menata perekonomiannya. Keempat, mengembalikan kepercayaan dan harga diri masyarakat bahwa mereka bisa mandiri tanpa harus bergantung kepada pemerintah (baca tulisan saya di media ini, 13 April 2024).

Membangun Brand

Agenda pembangunan NTT ke depan lebih diarahkan memfasilitasi infrastruktur (pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan) guna memacu kinerja ekonomi masyarakat. Ini adalah bagian dari apa yang disebut entrepreneural government.

Jika entrepreneural government (pemerintah wirausaha) yang menjadi pilihan, maka manajemen program percepatan pembangunan dapat terukur secara jelas dan menghasilkan kemakmuran bagi masyarakat NTT. Pemerintah wirausaha mengedepankan mutual trust and commitment dengan warganya.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan hadirnya ethics and morals based on the commitment of clean, transparent and professional values (etika dan moral yang berlandaskan pada komitmen nilai bersih, transparan, dan profesional). Dengan adanya aparat pemerintah yang menjunjung tinggi nilai bersih, transparan dan profesional maka diharapkan akan mampu memberikan prime public service.

Peran birokrasi dalam menciptakan agile mindset (incoporated) terutama adalah menyediakan infrastruktur. Sebab infrastruktur merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan ekonomi, tetapi ada yang lebih penting yaitu agile mindset (baca:branding).

Pemda NTT perlu membangun brand atau merek bagi daerah yang di antaranya berupa reputasi untuk meningkatkan daya saing. Brand, jaringan, dan data base adalah intangible asset yang mampu mencakup skill individual atau kelompok/masyarakat yang terkoordinasikan juga menjadi sumber keunggulan bersaing, di antaranya unsur pembentuk daya saing itu adalah: 1) perekonomian, 2) keterbukaan, 3) sistem keuangan, 4) infrastruktur, 5) ilmu pengetahuan dan teknologi, 6) governance dan kebijakan, dan 7) manajemen mikroekonomi.

Sejalan dengan itu, langkah strategis yang perlu dilakukan oleh Pemda NTT adalah dengan menetapkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat secara demokratis, akuntabel, transparan, dan berkeadilan (hindari kebijakan dalam ruang gelap). Perubahan-perubahan tersebut lebih mengarah pada perubahan paradigma manajemen Pemda NTT.

Untuk mewujudkan itu semua Pemda NTT, selaku institusi yang menggerakkan kemajuan DOBP, harus mengubah cara berpikir lama (birokrasi asal jadi, SPJ beres) menuju cara berpikir “agile mindset”, yang biasanya terlihat dari inovasi, kemampuan menjangkau pasar, memberikan solusi melalui kelompok-kelompok kecilnya, dan berkolaborasi dalam network yang bermanfaat. Semoga!

Ben Senang Galus, penulis buku, “Talent War, How to Find and Retain the Best People for Your Company”, Mempromosikan orang-orang Terbaik Dalam Konteks Global (2024), tinggal di Yogyakarta.

Iklan

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close