Foto: Hery Nabit tajukharian.com - Web/@alurid |
"(Kami) meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan untuk menerbitkan SPK-nya. Karena SPK kami belum diterbitkan. Dan tidak ada sosialisasi bahwa kami yang tenaga honorer di Kabupaten Manggarai itu apakah kami lanjut atau bagaimana," kata Jacob kepada detikX pada Selasa, 23 April 2024.
Selain itu, Jacob dan rombongan meminta agar pemerintah daerah memperbanyak jumlah nakes, yang saat ini hanya berjumlah sekitar seribu orang di kabupaten tersebut. Kemudian mereka berharap para nakes yang telah mengabdi setidaknya lima tahun dan berusia lebih dari 35 tahun dapat dipermudah untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Kalau bisa juga diprioritaskan yang sudah berumur 35 ke atas karena tidak mungkin kan yang umur 35 itu bisa tes CPNS, paling tidak kan yang PPPK," ucapnya.
Di sisi lain, para nakes juga meminta kenaikan gaji bagi para rekan-rekannya yang masih diupah jauh di bawah upah minimum provinsi. Banyak dari nakes hanya menerima Rp 400-600 ribu setiap bulannya. Lebih parahnya lagi, gaji mereka sejak Januari belum dicairkan sepeser pun hingga naskah liputan mendalam ini tayang.
Sayangnya, para nakes tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dalam pertemuan yang dihadiri Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Kesehatan Manggarai tersebut. Untuk itu, pada 6 Maret lalu, perwakilan para nakes mendatangi kantor DPRD Kabupaten Manggarai. Mereka menyuarakan aspirasi serta meminta bantuan anggota Dewan untuk turut menagih hak-hak nakes yang masih ‘disandera’ oleh pemda.
Mendapati aksi tersebut, Bupati Manggarai Herybertus Geradus Laju Nabit disebut marah. Ia memerintahkan para kepala puskesmas mencatat nama-nama nakes yang turut dalam kunjungan ke DPRD Manggarai. Sebanyak 249 nakes akhirnya diputuskan tidak dilanjutkan kontrak kerjanya atau ‘dipecat secara sepihak’.
"Bapak Bupati menilai bahwa (kami) tidak disiplin dan tidak loyal terhadap pimpinan seperti itu," ucapnya.
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Manggarai Thomas Edison Rihimone membenarkan kejadian tersebut. Padahal, menurutnya, para nakes hanya ingin menagih dan memastikan hak-haknya terpenuhi. Justru pemecatan yang dilakukan oleh Bupati dianggap menyalahi aturan karena hanya berdasarkan rasa tidak suka mendapat protes dari nakes dan tidak disertai surat peringatan sebelumnya.
"Mereka datang baik-baik, kemudian menyampaikan aspirasi, dan pulang tidak ada hal yang menurut saya dipandang ada sikap yang melampaui kepantasan hukum," kata Edison detikX pada Senin, 22 April 2024.
Di sisi lain, hak-hak nakes juga belum dipenuhi sampai hari ini. Gaji yang seharusnya diterima oleh para nakes tak kunjung turun selama beberapa bulan. Praktis tahun ini mereka belum menerima gaji.
"Sampai hari ini (gaji nakes belum turun). Jadi, dari 249 yang dipecat nakes itu, ada 243 yang berstatus TPPK (gaji antara Rp 400-600 ribu) dan ada 15 orang yang berstatus THL (gaji sesuai UMP) sampai detik ini. Sampai di bulan 4 ini, belum ada mekanisme penyelesaiannya," kata anggota Dewan bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat ini.
Menurut Edison, ada perbedaan penjelasan antara Sekretaris Daerah dan Bupati terkait keterlambatan pembayaran gaji serta pemecatan para nakes. Versi Sekda, keterlambatan itu karena dokumen pelaksanaan anggaran belum rampung. Adapun menurut Bupati, para nakes ini diberhentikan bukan hanya karena ketersediaan anggaran yang terbatas, tapi juga lantaran dianggap tidak loyal terhadap Bupati.
"Penjelasan Bupati Manggarai ya kenapa mereka diberhentikan karena mereka tidak disiplin, kemudian mereka tidak loyal, dan karena mereka tidak trust kepada pemerintah. Karena Bupati Manggarai merasa tidak senang saja ketika mereka mendatangi gedung DPRD untuk menyampaikan kesulitan-kesulitan mereka," ucapnya.
Edison menjelaskan pemerintah daerah Manggarai tidak bisa seenaknya memecat para tenaga medis tersebut. Hal itu karena 249 nakes itu termasuk dalam 2.990 tenaga pendukung pelayanan kesehatan (TPPL) dan tenaga harian lepas (THL) yang tercantum dalam perumusan anggaran pemda Manggarai 2024. Artinya, pemerintah tidak bisa mempekerjakan orang-orang baru di luar database yang sudah disepakati.
"Bupati memberhentikan orang itu tidak melalui mekanisme hukum yang benar, yaitu misalnya teguran pertama, teguran lisan, habis itu teguran tulisan sampai pada kemudian kesimpulan apakah mereka mendapatkan sanksi berat, ringan, atau sedang. Kalau ini kan tindakan serta-merta yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai," ucapnya.
Setelah peristiwa pemecatan tersebut, para nakes dan Bupati dipertemukan dalam forum adat untuk saling memaafkan. Para nakes disebut minta maaf secara adat kepada Bupati. Menurut Edison, sebetulnya para nakes tidak perlu minta maaf karena tidak melakukan kesalahan dan melanggar hukum. Namun, demi terselesaikannya masalah, proses tersebut akhirnya dilaksanakan pada 19 April lalu. Sayangnya, setelah prosesi permintaan maaf itu, status para nakes tak kunjung menuai kejelasan.
Senada dengan itu, Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Matias Masir mengaku kecewa terhadap keputusan Bupati memecat para nakes. Menurut Matias, para nakes yang dipecat memiliki jasa yang banyak karena menjadi pasukan garis depan saat COVID-19 melanda beberapa tahun lalu. Pemerintah memiliki cukup anggaran untuk mempekerjakan para nakes tersebut. Terlebih anggaran 2024 telah disepakati sebelumnya oleh pemda dan DPRD.
"Kami sangat kecewa sehingga harapan kami masih ada ruang untuk dikembalikan SK-nya anak-anak (nakes) itu ya," kata Matias kepada pada Senin, 22 April 2024.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Bartolomeus Hermopan mengatakan pihaknya memang memiliki rencana mempekerjakan lagi para nakes dengan perpanjangan kontrak. Menurutnya, kontrak para nakes terus diperbarui tiap tahun. Namun unjuk rasa dan audiensi para nakes di DPRD Manggarai membuat Bupati Manggarai Herybertus berubah pikiran. Merasa mendapatkan protes dari para nakes, Bupati Manggarai Herybertus disebut merasa tidak nyaman dan berujung tidak dilanjutkannya kontrak 249 nakes tersebut.
"Jadi mungkin masalah Itu membuat Bapak Bupati pada saat itu juga merasa kurang nyaman," kata Bartolomeus kepada pada Selasa, 22 April 2024.
Bartolomeus juga mengakui ada keterlambatan pembayaran gaji para nakes. Namun, menurutnya, hal itu murni karena anggaran yang belum tersedia dan dapat dicairkan. Ia juga membenarkan bahwa para nakes itu hanya menerima upah bulanan tanpa memperoleh tunjangan, termasuk THR.
Setelah permintaan maaf para nakes kepada Bupati Manggarai Herybertus, kata Bartolomeus, kini pihaknya mempertimbangkan ulang untuk tidak memecat semua nakes yang dianggap melakukan demonstrasi. Ia juga mengakui peran para nakes sangat penting di wilayahnya sebagai salah satu pilar pelayanan kesehatan.
"Tenaga mereka sangat dibutuhkan," ucapnya.
Bupati Manggarai Herybertus mengatakan telah menerima permintaan maaf dari para nakes. Ia sedang mempertimbangkan dan mengkaji untuk mempekerjakan ulang sejumlah nakes. Namun ia belum dapat memastikan berapa jumlah nakes yang tidak jadi dipecat.
"Terkait persoalan nakes ini, saya tidak mau kembali ke belakang lagi. Yang pasti bahwa para nakes sudah minta maaf, saya pun sudah memberi maaf. Terkait ke-249 nakes yang tidak diperpanjang kontraknya ini, Pemkab sedang mengkaji berapa banyak yang akan dipekerjakan kembali untuk menjamin normalnya pelayanan kesehatan di puskesmas, pustu, polindes," kata Herybertus dilansir detikX pada Selasa, 23 April 2024.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Adib Chumaidi mengatakan perlunya campur tangan pemerintah pusat untuk menyelesaikan kasus serupa. Pemerintah harus memastikan alokasi anggaran untuk para nakes di daerah mencukupi. Jangan sampai ada daerah kekurangan tenaga kesehatan dengan alasan kekurangan biaya untuk menggaji para nakesnya. Dengan kondisi itu, pelayanan kesehatan dan program pemerintah terkait kesehatan dapat terhambat.
"Jangan sampai nanti kemudian menjadi mengganggu pelayanan. Karena kita bicara bukan hanya pelayanan kesehatan, (juga) program-program pemerintah di bidang kesehatan, apalagi pemerintah daerah itu juga tentunya butuh support gitu-lah. Angka 249 itu, menurut saya, juga jumlah yang tidak kecil, sehingga ini perlu menjadi perhatian," kata Adib kepada detikX pada Selasa, 23 April 2024.
Sedangkan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan pihaknya belum menerima laporan resmi terkait kasus pemecatan sepihak ratusan nakes ini. Namun Nadia mengigatkan bahwa masalah nakes di lingkup dinas kesehatan daerah merupakan wewenang dari pemerintah daerah."Kalau laporan resmi belum kami terima ya. Tapi ini adalah kewenangan pemda ya karena ini menggunakan anggaran daerah," kata Nadia kepada detikX pada Jumat, 19 April 2024.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur Amelianus mengatakan para nakes tidak melakukan demonstrasi disertai kericuhan. Mereka melakukan penyampaian aspirasi langsung kepada DPRD sesuai dengan aturan yang ada. Di sisi lain, para nakes juga dipandang diberi gaji kurang memadai, padahal sudah mengabdikan diri selama belasan tahun. Bahkan disebut ada yang telah bekerja sebagai nakes selama 18-19 tahun dengan gaji tak seberapa.
"Jadi (banyak) yang belum diakomodasi menjadi PPPK, padahal mereka sudah mengabdi sekian belas tahun," kata Amelianus. dilansir dari detikX*
Social Footer